TEKNOLOGI SEBAGAI GAME CHANGER: MEMBANGUN GREEN RESILIENT SUPPLY CHAIN, SOLUSI ATAU ILUSI?
Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., CMILT.
Guru Besar Supply Chain Management - ULBI
Master of Logistics Management Department
Apa jadinya jika rantai pasok global lumpuh dalam semalam? Bagaimana jika bencana alam, konflik geopolitik, atau krisis iklim berikutnya memutus aliran logistik yang menopang kebutuhan pangan, energi, dan kesehatan dunia? Pertanyaan ini bukan sekadar hipotetis, laporan McKinsey (2023) mencatat bahwa 93% eksekutif rantai pasok global mengalami gangguan besar dalam lima tahun terakhir. Di saat yang sama, sektor logistik turut menyumbang hampir 14% dari total emisi gas rumah kaca global (IEA, 2023), menjadikannya kontributor utama krisis iklim. Di Indonesia, rantai pasok menghadapi tekanan ganda: risiko disrupsi yang tinggi serta kebutuhan mendesak untuk bertransformasi ke arah yang lebih ramah lingkungan. Dalam menghadapi kompleksitas ini, kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan konvensional. “Kita tidak bisa menyelesaikan masalah hari ini dengan cara berpikir yang sama seperti saat kita menciptakannya,” kata Albert Einstein—dan pernyataan ini semakin relevan hari ini. Solusinya? Membangun Green Resilient Supply Chain (GRSC) berbasis teknologi. Inovasi seperti Internet of Things (IoT), blockchain, kecerdasan buatan (AI), otomasi, dan analitik data besar telah menjadi game changer—tidak hanya meningkatkan efisiensi dan transparansi, tetapi juga membentuk fondasi bagi rantai pasok yang tangguh sekaligus ramah lingkungan.
Penerapan teknologi cerdas seperti kecerdasan buatan (AI), otomasi, dan
analitik data besar telah menjadi solusi transformatif dalam membangun supply
chain yang tangguh dan berkelanjutan. AI, misalnya, memungkinkan prediksi
permintaan secara presisi, pengelolaan inventory real-time, hingga pengambilan
keputusan berbasis data yang jauh lebih adaptif. Studi oleh Belhadi et al.
(2021) menunjukkan bahwa perusahaan yang mengintegrasikan AI dan data analitik
dalam sistem logistiknya mampu meningkatkan efisiensi hingga 30% serta
menurunkan tingkat pemborosan operasional secara signifikan. Kombinasi ini
terbukti vital selama pandemi COVID-19, di mana perusahaan dengan adopsi
teknologi tinggi memiliki resiliensi yang lebih kuat dalam merespons fluktuasi
pasar dan krisis distribusi (Dubey et al., 2020; Khan et al., 2022). Di sektor
ritel Indonesia, Tokopedia dan GudangAda berhasil mempertahankan performa
supply chain mereka selama pandemi dengan memanfaatkan predictive analytics dan
warehouse automation. Ini membuktikan bahwa teknologi bukan sekadar alat
pendukung, melainkan pengungkit strategis dalam menghadapi
ketidakpastian pasar yang semakin kompleks.
Green Logistics sebagai Pilar
Ketangguhan dan Keberlanjutan
Namun, ketangguhan supply chain di era digital tidak cukup hanya dengan
efisiensi dan kecepatan—elemen keberlanjutan lingkungan harus menjadi bagian
tak terpisahkan. Inilah mengapa praktik green logistics dan teknologi ramah
lingkungan memainkan peran kunci. Optimalisasi rute distribusi dengan algoritma
hemat energi, penggunaan kendaraan listrik, serta pemanfaatan transportasi
intermodal telah terbukti mampu menurunkan emisi karbon sekaligus meningkatkan
kelincahan operasional. Studi Trivellas et al. (2020) menegaskan bahwa
diversifikasi moda transportasi tidak hanya mengurangi ketergantungan pada satu
jalur distribusi, tetapi juga memperkuat daya tahan terhadap disrupsi seperti
kelangkaan bahan bakar atau bencana alam. Di sektor agrikultur, implementasi
IoT dan blockchain dalam sistem traceability pangan oleh startup seperti HARA
di Indonesia telah meningkatkan transparansi distribusi, mengurangi food loss,
dan membuka akses pasar yang lebih luas bagi petani lokal. Teknologi ini tidak
hanya memperkuat kolaborasi dalam rantai pasok, tetapi juga menciptakan sistem
logistik yang lebih inklusif, adaptif, dan ramah lingkungan.
Di tengah tekanan global akan keberlanjutan dan ketidakpastian yang
terus meningkat, transformasi supply chain melalui teknologi bukan lagi
pilihan—melainkan keniscayaan. Green Resilient
Supply Chain (GRSC) adalah masa depan, dan teknologi adalah jembatannya.
Pemerintah, pelaku industri, dan akademisi perlu bersinergi untuk mendorong
adopsi teknologi hijau secara masif dan merata, tidak hanya di pusat-pusat
industri besar, tetapi juga hingga sektor UMKM dan daerah terpencil. Dibutuhkan
kebijakan insentif yang progresif, investasi pada infrastruktur digital, dan
penguatan kapasitas SDM agar ekosistem logistik Indonesia tidak hanya tangguh
secara ekonomi, tetapi juga berdaya tahan ekologis. Karena pada akhirnya, masa
depan supply chain bukan hanya tentang siapa yang paling cepat, tetapi siapa
yang paling adaptif, transparan,
dan berkelanjutan. Pertanyaannya sekarang: apakah kita siap
mengambil lompatan besar itu—atau tetap bertahan dalam sistem lama yang semakin
usang?
"LET'S JOIN ULBI"
Informasi lebih lanjut mengenai
program studi unggulan di ULBI dapat dilihat langsung melalui situs resminya di
www.ulbi.ac.id.
Learn more by
visiting :
https://admission.ulbi.ac.id/s2-magister-manajemen-logistik/
#Green Resilient Supply Chain; #Game changer; #Supply Chain; #Green Logistics; #AI; #Blockchain; #IoT; #ULBIAcademia; #PenaAkademikULBI; #EdukasiULBI; #OpiniAkademik; #ArtikelAkademik; #SEO; #DigitalMarketing
Posting Komentar